Hakikat Manusia dan Sifat Keingintahuannya - Simpulin

Hakikat manusia adalah sebuah konsep filosofis yang merujuk pada esensi atau hakikat dari keberadaan manusia. Konsep ini telah menjadi perdebatan filosofis selama berabad-abad, dan terdapat berbagai sudut pandang dan teori tentang hakikat manusia. Artikel ini akan membahas tentang Hakikat Manusia dan Sifat Keingintahuannya, jangan lupa dibaca sampai selesai ya!


Konsep Hakikat Manusia dan Sifat Keingintahuannya

Hakikat Manusia dan Sifat Keingintahuannya. Dimana menjelaskan bahwa, manusia merupakan makluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Namun, kesempurnaan ini bukan berarti menunjukkan manusia itu lebih kuat dari makhluk lainnya. Kekuatan manusia sejatinya bersumber dari akal dan pikiran. Itulah mengapa manusia diakatakan sebagai homo sapiens yang artinya adalah makhluk berpikir. Akal dan pikiran merupakan kekuatan terbesar yang dimiliki umat manusia. Dengan itu, manusia dapat menciptakan berbagai macam alat yang dapat membantu, melindungi, dan mengayomi orang banyak. Di lain sisi, akal dan pikiran tersebut juga dapat dijadikan sebagai senjata pemusnah bagi beberapa orang yang tidak bertanggung jawab atas rasa kemanusiaannya.

Selain kekuatan dan keuntungan manusia sebagai makhluk berakal yang selalu ingin mencari tahu kebearan, manusia juga memiliki potensi esensial yang terdiri dari 3 hal, di antaranya makhluk pribadi, sosial, dan Susila. Dimana masing-masing potensial esensial tersebut harus diseimbangkan, guna mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan, seperti munculnya keegoisan, lebih tingginya rasa peduli terhadap orang lain dibandingkan dengan diri sendiri, dan munculnya ketidakbijaksanaan. 

Kemampuan keingintahuannya menjadi ciri khas manusia. Manusia memiliki keingintahuan yang kuat tentang dunia dan lingkungan sekitarnya, serta keinginan untuk memahami fenomena-fenomena yang ada. Sifat keingintahuan manusia juga merupakan dasar bagi kemajuan ilmiah dan teknologi, serta kemampuan manusia untuk memahami diri mereka sendiri dan makna keberadaan mereka.

 
Perkembangan Manusia

Hakikat manusia dan sifat keingintahuannya tidak luput dari perkembangan manusia. Dimana perkembangan ini dibagi menjadi 2, yaitu

1. Pertumbuhan dan perkembangan embrionik

Pertumbuhan dan perkembangan ini terjadi setelah adanya pembuahan terhadap sel telur (ovum) oleh sel sperma. Nantinya akan mengalami beberapa proses pertumbuhan dan perkembangan, mulai dari fertilisasi menjadi zygot dan seterusnya zygot akan mengalami pembelahan secara berulang-ulang menjadi grastula dan stelahnya akan membentuk berbagai organ manusia, seperti paru-paru, jantung dan lainnya. Proses pembentukan organ itu lebih dikenal dengan sebutan organogenesis

2. Pertumbuhan dan perkembangan pasca embrionik

Pertumbuhan dan perkembangan ini diawali dengan tahapan menjadi bayi dengan usia mulai dari 1–12 bulan, dilanjutkan dengan balita dan anak-anak di usia 6-12 tahun, remaja dengan rentan usia 13–17 tahun, dewasa dengan rentan usia 18-50 tahun, dan terakhir manual dengan usia 50 tahun keatas.


Perkembangan Pemikiran Manusia 

Dalam menemukan pengetahuan, manusia menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan ilmiah dan non-ilmiah. Kedua pendekatan tersebut didukung oleh dua aliran pemikiran, di antaranya

1. Rasionalisme

Rasionalisme adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang menekankan pentingnya akal dan rasio dalam mencari kebenaran, serta keyakinan bahwa manusia dapat memahami dunia secara lebih baik melalui akal daripada melalui pengalaman empiris.

Sejarahnya, rasionalisme bermula pada abad ke-17 di Eropa, sebagai reaksi terhadap aliran Empirisme yang dianggap hanya bergantung pada pengalaman empiris belaka. Rasionalisme menekankan bahwa ada kebenaran universal dan rasional yang dapat dijangkau oleh manusia melalui akal, dan bukan hanya bergantung pada pengalaman empiris semata. Salah satu pemikir awal Rasionalisme adalah René Descartes, yang dikenal dengan argumen "cogito, ergo sum" (aku berpikir, maka aku ada) yang menekankan pentingnya akal dalam mencari kebenaran.

Meskipun Rasionalisme memiliki kontribusi penting dalam sejarah pemikiran manusia, aliran ini juga menerima banyak kritik. Salah satu kritik utama adalah bahwa terlalu bergantung pada akal dan rasio sehingga mengabaikan pengalaman empiris. Selain itu, Rasionalisme cenderung menghasilkan pengetahuan yang bersifat abstrak dan sulit untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Oleh karena itu, beberapa aliran pemikiran memadukan antara akal dan pengalaman empiris

2. Empirisme

Empirisme adalah aliran pemikiran filosofis yang menekankan pentingnya pengalaman empiris dalam mencari pengetahuan. Aliran ini percaya bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman indera dan observasi yang sistematis terhadap fenomena yang terjadi di dunia. Dalam Empirisme, ide-ide abstrak dan konsep universal dipahami melalui generalisasi dari pengalaman yang terus-menerus.

Sejarah pemikiran Empirisme dimulai pada zaman Yunani Kuno, dengan tokoh-tokoh seperti Aristoteles, yang menekankan pentingnya pengalaman dalam memperoleh pengetahuan. Namun, Empirisme sebagai aliran pemikiran yang terorganisir secara sistematis dan lengkap muncul pada abad ke-17 dengan munculnya tokoh-tokoh seperti Francis Bacon, John Locke, dan David Hume.

Empirisme memiliki kritik terhadap pemikiran Rasionalisme yang berpendapat bahwa akal dan rasio merupakan sumber utama pengetahuan. Empirisme menganggap bahwa rasio dan akal dapat menyesatkan manusia dan tidak selalu dapat menghasilkan pengetahuan yang benar dan obyektif.

 

Sejarahnya Perolehan Ilmu Pengetahuan oleh Manusia

Sejarah perolehan ilmu pengetahuan oleh manusia dimulai sejak awal peradaban manusia. Pada masa itu, manusia memperoleh pengetahuan tentang dunia dan lingkungannya melalui pengalaman praktis dalam kehidupan sehari-hari, seperti bagaimana memanfaatkan sumber daya alam untuk bertahan hidup. Adapun cara mendapatkan pengetahun tersebut, antara lain.

1. Prasangka

Sejarah perolehan ilmu pengetahuan oleh manusia dengan cara prasangka cukup kompleks dan terjadi dalam berbagai konteks budaya dan sejarah yang berbeda. Di masa lalu, banyak orang yang memperoleh pengetahuan melalui prasangka, yakni keyakinan atau anggapan yang tidak berdasarkan fakta atau pengalaman.

Salah satu contoh awal dari prasangka adalah kepercayaan mitos dan legenda dalam berbagai budaya, yang menjelaskan fenomena alam atau kejadian-kejadian yang tidak dapat dijelaskan dengan cara ilmiah pada masa itu. Contohnya adalah mitos dewa-dewi dalam mitologi Yunani Kuno yang digunakan untuk menjelaskan fenomena alam seperti petir dan gempa bumi.

Pada masa Renaissance di Eropa, ketika banyak penemuan ilmiah baru ditemukan, prasangka masih sering digunakan sebagai sumber pengetahuan. Misalnya, pada abad ke-16, banyak orang di Eropa yang percaya bahwa penyakit bisa disembuhkan dengan meminum ramuan yang dibuat dari bagian tubuh manusia yang telah dimurnikan. Praktik ini dikenal dengan istilah "medicinal cannibalism" dan meskipun tidak berdasarkan fakta atau pengalaman yang empiris, praktik ini tetap berlangsung dalam waktu yang cukup lama.

2. Intuisi

Sejarah perolehan ilmu pengetahuan oleh manusia dengan cara intuisi juga cukup kompleks dan terjadi dalam berbagai konteks budaya dan sejarah yang berbeda. Intuisi merupakan kemampuan manusia untuk merasakan atau memahami sesuatu secara langsung tanpa melalui proses berpikir atau logika yang rasional.

Dalam sejarah, banyak penemu dan ilmuwan yang dikenal memiliki kemampuan intuisi yang kuat dalam memperoleh pengetahuan baru. Misalnya, Sir Isaac Newton, seorang ilmuwan terkemuka pada abad ke-17, diyakini memiliki kemampuan intuisi yang luar biasa dalam menemukan hukum gravitasi.

Selain itu, dalam banyak tradisi keagamaan, intuisi juga sering dipandang sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang kebenaran rohani. Misalnya, dalam agama Hindu, konsep "vidya" merujuk pada pengetahuan spiritual yang didapat melalui pengalaman langsung atau intuisi.

Namun, penggunaan intuisi sebagai sumber pengetahuan juga memiliki kelemahan, karena tidak selalu dapat dipercaya sebagai bentuk pengetahuan yang objektif atau teruji secara empiris. Seringkali, intuisi dapat dipengaruhi oleh prasangka atau pengaruh emosi, dan tidak dapat dijadikan sebagai dasar pengetahuan yang dapat diandalkan.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan metode ilmiah, intuisi menjadi semakin kurang dipandang sebagai sumber pengetahuan yang dapat diandalkan. Meskipun begitu, intuisi tetap memiliki peran penting dalam kreativitas, inovasi, dan kesenian, di mana kemampuan untuk merasakan dan memahami secara langsung menjadi faktor penting dalam menciptakan karya yang unik dan orisinal.

3. Trial and Eror

Sejarah perolehan ilmu pengetahuan oleh manusia dengan cara trial and error dapat ditemukan sejak zaman prasejarah, ketika manusia pertama kali mulai belajar dan mencoba mengembangkan teknologi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dalam konteks ini, trial and error dapat didefinisikan sebagai metode mencoba-coba untuk menemukan cara terbaik untuk melakukan sesuatu melalui serangkaian percobaan dan kesalahan.

Contohnya, manusia purba belajar untuk membuat alat batu dengan cara mencoba mengasah batu dengan berbagai cara dan melihat hasilnya. Dalam prosesnya, mereka terus mencoba dan memperbaiki teknik mereka hingga berhasil menghasilkan alat batu yang lebih tajam dan efektif. Hal yang sama terjadi dalam pengembangan teknologi pertanian, di mana manusia belajar cara menanam dan mengelola tanaman dengan mencoba dan mengamati hasilnya.

Metode trial and error terus digunakan dalam pengembangan teknologi di masa-masa selanjutnya, dan menjadi dasar bagi banyak penemuan penting dalam sejarah. Misalnya, Thomas Edison menggunakan metode ini dalam menciptakan bola lampu listrik, di mana ia mencoba berbagai bahan dan desain hingga berhasil menemukan kombinasi yang tepat untuk membuat bola lampu yang awet dan efisien.

Meskipun trial and error sering dianggap sebagai metode yang kurang ilmiah atau tidak terstruktur, namun metode ini masih memiliki peran penting dalam pengembangan teknologi dan penemuan baru. Bahkan, dalam beberapa konteks, metode trial and error dapat lebih efektif daripada pendekatan yang terstruktur dan ilmiah, terutama dalam situasi di mana kreativitas dan inovasi diperlukan untuk menemukan solusi yang unik dan orisinal.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama